Sebagai makhluk yang istimewa, dan untuk melengkapi kehidupannya,manusia harus bekerja keras dan berkarya. Karya tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam kehidupannya.
Substansi
- Manusia dan Kebutuhannya
- Pekerjaan (arti & makna)
- Motivasi Kerja
- Profesionalisme Kerja
- Budaya Kerja & Etos Kerja.
1. Abdulkadir Muhammad (2001), mengklasifikasikan kebutuhan manusia menjadi empat kelompok
- Kebutuhan Ekonomi, merupakan kebutuhan yang bersifat material, baik harta maupun benda yang diperlukan untuk kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Kebutuhan ini misalnya sandang, pangan dan papan,
- Kebutuhan Psikhis, merupakan kebutuhan yang bersifat immaterial, untuk kesehatan dan ketenangan manusia secara psikologi, biasa juga disebut sebagai kebutuhan rohani seperti misalnya agama, pendidikan, hiburan dan lain-lain.
- Kebutuhan Biologis, merupakan kebutuhan untuk kelangsungan hidup manusia dari generasi ke generasi. Kebutuhan ini sering disebut juga sebagai kebutuhan seksual dan diwujudkan dalam perkawinan, membentuk keluarga dan lain sebagainya.
- Kebutuhan Pekerjaan, merupakan kebutuhan yang bersifat praktis untuk mewujudkan kebutuhan-kebutuhan yang lain. Kebutuhan pekerjaan ini seperti misalnya adalah profesi, perusahaan dan lain sebagainya.
Teori Jenjang Kebutuhan (Abraham Maslow)
Abraham Maslow membuat Teori Kebutuhan atau yang disebut sebagai piramida kebutuhan yaitu:
- Kebutuhan fisiologis (Phisiology)
- Kebutuhan terhadap Rasa aman dan keselamatan (Safety and Security)
- Kebutuhan terhadap afiliasi, cinta, dan kegiatan sosial. (Afiliation, love, and social act)
- Kebutuhan terhadap pengakuan, penghargaan, dan kedudukan (Estem)
- Kebutuhan terhadap aktualisasi diri. (Self Actualization).
Kebutuhan tersebut diatas dikelompokkan dalam:
- Kebutuhan fisiologis /kebutuhan primer
- Kebutuhan psikososial / kebutuhan sekunder.
Menurut teori ini setiap kebutuhan level berikutnya tidak akan muncul sebelum kebutuhan level sebelumnya terpenuhi. Kebutuhan sekunder lebih rumit dari kebutuhan primer, sebab merupakan kebutuhan intelektual dan psikis, tidak sekedar fungsional-fisik. Kebutuhan sekunder tumbuh dan berkembang sesuai dengan kematangan intelektual seseorang. Misalnya, afiliasi dan cinta, pengakuan, penghargaan, kompetisi, aktualisasi diri. Kebutuhan kedua memainkan peranan penting dalam manajemen untuk membangkitkan motivasi kerja. Tidak selalu kebutuhan sekunder antara satu orang dengan orang lain sama, karena terkadang seseorang butuh aktualisasi diri dan tidak butuh penghargaan.
Teori Kebutuhan Mc. Cleland
- Need for Achiefment (nAch), Kebutuhan akan prestasi, yaitu keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik atau lebih efisien, memecahkan masalah, atau menguasai tugas yang sulit.
- Need for Power (nPow), Kebutuhan akan kekuasaan, yaitu keinginan untuk mengawasi atau mengendalikan orang lain, mempengaruhi perilaku mereka, atau bertanggung jawab atas orang lain.
- Need for Affiliation (nAff), Kebutuhan akan afiliasi, yaitu keinginan untuk membangun dan memelihara hubungan yang bersahabat dan hangat dengan orang lain.
2. Bekerja
Bekerja adalah memberdayakan segala potensi yang dimiliki manusia baik potensi materiil maupun spirituil, tenaga dan fikiran dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan hidup, baik kebutuhan spiritual maupun material. Istilah lain dari bekerja diantaranya kewajiban (duty, task), jabatan (position), pekerjaan (job), okupasi (occupation).
Kerja
Sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan. Pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.
Jenis Pekerjaan
- Workaholic: Orang yang kecanduan kerja Sangat terikat pada pekerjaan Tidak bisa berhenti bekerja
- Workshy: Orang yang malas bekerja Tidak mau melakukan pekerjaan Pekerjaan sesuatu yang menjijikan
- Work Tolerant: Orang yang bekerja sesedikit mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimum Memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak disenangi tetapi harus dilakukan
Peran dan Urgensi Pekerjaan
- Pertama, Adanya pemikiran tentang pertukaran manfaat. Pekerja memperoleh imbalan baik berupa materi seperti upah, gaji, honor ataupun non materi seperti kepuasan dan kesenangan kerja. Pemberian penghargaan sangat mempengaruhi terhadap pelaksanaan kerja, kapabilitas, dan kesinambungan.
- Kedua, Pekerjaan merupakan salah satu pranata sosial. Ada sebab interaksi yang dimunculkan oleh bekerja yaitu terbentuknya suatu hubungan persahabatan, kerjasama, kasih sayang, dll.
- Ketiga, Pekerjaan menciptakan posisi strata tertentu yang layak bagi individu dalam masyarakatnya.
- Keempat, Pekerjaan adalah sarana aktualisasi dan apresiasi diri.
Orientasi Manusia Dalam Bekerja (Benneth)
- Orientasi Ekonomi (Instrumental): pekerja memandang pekerjaan dari sudut uang yang didapat
- Orientasi Sosial (Relasional): pekerjaan sebagai suatu lingkungan sosial yang didominasi oleh hubungan interpersonal/loyalitas personal
- Orientasi Psikologis (Personal): pekerja mengembangkan diri dan memenuhi kebutuhannya dari pekerjaan yang dilakukan.
3. Motivasi
Motivasi adalah suatu keadaan internal individu yang melahirkan kekuatan, kegairahan dan dinamika, serta mengarahkan tingkah laku pada tujuan. Motivasi Kerja menunjuk pada kondisi-kondisi di dalam dan di luar individu ~ yang menyebabkan adanya keragaman dalam intensitas, kualitas, arah, dan lamanya perilaku kerja.
Ada tiga teori berkenaan dengan motivasi kerja:
- Teori Pengharapan
- Teori Keseimbangan
- Teori Penentuan-tujuan.
Teori Pengharapan
Orang akan termotivasi untuk bekerja dengan baik bila ada peluang untuk mendapatkan insentif. Besar kecilnya motivasi kerja tergantung pada nilai insentif itu pada masing-masing individu.
Terdapat 3 konsep penting berkaitan dengan teori ini:
- NILAI (Valence): Setiap bentuk insentif punya nilai positif atau negatif bagi seseorang. Juga apa-kah nilai itu besar atau kecil bagi seseorang.
- INSTRUMENTALITAS: adanya hubungan antara pekerjaan yang harus dilakukan dengan harapan yang dimiliki. Jadi jika pekerjaan dilihat bisa merupakan alat untuk mendapatkan apa yang diharapkan timbullah motivasi kerja.
- PENGHARAPAN: persepsi tentang besarnya kemungkinan keberhasilan mencapai tujuan/hasil kerja.

Ada tiga jenis insentif
1. Insentif materiil = penghargaan yang tangible.
- Bantuan keuangan.
- Tugas tambahan yang lebih sedikit.
2. Insentif solidaritas = penghargaan dari organisasi/perhimpunan dan anggota-anggotanya.
- Pengakuan atau pujian untuk kinerja.
- Bantuan dan dukungan dari rekan/kelompok sejawat.
3. Insentif sesuai dengan tujuan organisasi = Purposive incentive
- Tugas yang perlu menggunakan pengetahuan dan keterampilan khusus.
- Kesempatan untuk menumbuhkan dan mengembangkan keprofesionalan.
Teori Kesamaan Atau Keseimbangan
Orang cenderung akan membandingkan insentif atau reward yang deperolehnya dengan insentif yang diterima oleh orang lain yang mempunyai beban kerja yang serupa. Bila besarnya insentif antara dua orang itu sama, maka akan muncul motivasi kerja. Bila lebih kecil maka akan timbul rasa kecewa yang kemudian mengurangi motivasi-nya untuk bekerja dengan baik. Bila salah seo-rang menerima lebih banyak, maka dia akan ter-motivasi lebih kuat.
Teori keseimbangan ini menyatakan bahwa orang cenderung untuk selalu melihat rasio antara beban kerja (effort) dengan penghargaan yang diterima-nya. Bila seimbang antara keduanya maka orang akan merasa puas, bila sebaliknya akan merasa tidak puas atau kecewa. Akibat selanjutnya ada-lah menurunnya motivasi kerja.
Kekecewaan itu akan menimbulkan ketegangan batin. Orang yang menderita ketegangan batin akan berusaha menguranginya dengan berbagai cara. Misalnya dengan mengatakan bahwa “ba-rangkali dia telah bekerja lebih keras dan hasil-nya lebih baik dari saya.”
Teori Penentuan Tujuan
Orang termotivasi untuk mencapai tujuan yang jelas; sebaliknya orang akan bermotivasi kerja rendah bila tujuan dari pekerjaannya tidak jelas.
- Mengapa berbagai permainan (games) sangat memoti-vasi banyak orang untuk ikut melakukan karena tujuan yang harus dicapai ada, jelas dan menarik. (Main sepakbola misalnya).
- Orang yang tugasnya jelas tujuannya dan lebih “menantang” lebih menunjukkan motivasi kerja yang lebih besar daripada orang yang tujuan tu-gasnya kabur atau terlalu mudah untuk menca-painya.
- Memberi tujuan tugas yang jelas akan lebih me-motivasi daripada hanya sekedar mengatakan “Kerjakan dengan sebaik-baiknya,” padahal tu-juan yang harus dicapai tidak jelas.
- Penentuan tujuan yang jelas merupakan kepemim-pinan tersendiri. Karana itu rumuskan atau kata-kan tujuan setiap pekerjaan/tugas dengan jelas agar orang-orang yang akan mengerjakan menge-tahui dengan baik. Dan ini akan memotivasi me-reka untuk bekerja mencapai tujuan itu, meski-pun mereka tidak terlibat dalam penentuan tujuannya.
Sumber-sumber kepuasan kerja antara lain:
- Mengetahui dirinya telah berhasil dalam kerjanya;
- Merasa senang telah dapat menggunakan pengeta-huan/keterampilannya;
- Mendapatkan pengembangan keterampilan pribadi secara mental dan fisik;
- Kegiatan itu sendiri;
- Perkawanan dan kebersamaan;
- Kesempatan mempengaruhi orang lain;
- Penghargaan (respect) dari orang lain;
- Waktu untuk bepergian dan liburan;
- Keamanan dalam penghasilan dan kedudukan;
4. Profesionalisme Kerja
Adalah suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan.”
Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur yaitu “keahlian” dan “panggilan”, sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik.
Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional.” Kedua-duanya harus menyatu. Keduanya (teknik dan etik) itulah merupakan kebulatan unsur kepemimpinan. Dengan demikian, jika berbicara tentang profesionalisme tidak dapat kita lepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti yang luas.
Dalam lapangan kerja, atasan seharusnya menilai kemampuan orang bukan semata mata atas dasar gelarnya, tetapi atas dasar kesanggupannya untuk mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang ada padanya.
Dalam praktek, kita jumpai bahwa tidak semua orang mampu mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang kita jumpai seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya seorang non-sarjana yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif masih terbatas itu.
Gelar bukan jaminan prestasi seseorang. Prestasi harus diukur pada suatu pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur yang dikaitkan dengan kemampuan yang semestinya ada pada orang itu.
Gelar hanya memberi harapan tentang adanya kemampuan itu, tetapi kemampuan nyata harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan Gelar tadi dalam pekerjaannya.
Untuk memperoleh kemampuan demikian, pengalaman merupakan guru yang terbaik. Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak akan mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak meneruskan proses belajarnya dari praktek bekerja, akan mengalami kemunduran dalam dunia yang dinamis ini dan akan tertinggal dari yang lain.
Ciri Profesionalisme Dalam Bekerja
- Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result), sehingga di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
- Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
- Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai.
- Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
- Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.
Kompeten
Tjerk Hooghiemstra: seorang yang dikatakan profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki kompetensi kompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya. Menurut Tjerk Hooghiemstra, Hay group, The Netherlands pada tulisannya yang berjudul "Integrated Management of Human Resources.
Kompetensi
Kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan unjuk kerja yang efektif atau superior pada jabatan tertentu. Kompetensi dapat berupa motiv, sifat, konsep diri pribadi, attitude atau nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat seseorang yang dapat diukur dan dapat menunjukkan perbedaan antara rata-rata dengan superior. Selanjutnya diuraikan bahwa perlu dibedakan antara unjuk kerja superior dengan rata-rata.
Apa yang dikemukakan oleh Lyle M. Spencer dalam bukunya berjudul “Competence at Work” tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan Tjerk Hooghiemstra sebelumnya, Kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan atau menghasilkan unjuk kerja yang efektif dan atau superior pada jabatan tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Karakteristik pokok: mempunyai arti kompetensi yang sangat mendalam dan merupakan bagian melekat pada pribadi seseorang dan dapat menyesuaikan sikap pada berbagai kondisi atau berbagai tugas pada jabatan tertentu.
Ada lima karakteristik kompetensi: motiv, sikap, konsep diri (attitude, nilai-nilai atau imaginasi diri), pengetahuan dan keterampilan.
Menurut ILO/ASPDEP pada seminar penyusunan Regional Model CompetencyStandards, Bangkok, 1999, kompetensi meliputi:
- Keterampilan melaksanakan tugas individu dengan efesien (Task skill).
- Keterampilan mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaannya (Task management skill).
- Keterampilan merespon dengan efektif hal-hal yang bukan merupakan pekerjaan rutin dan kerusakan (Contigency management skill).
- Keterampilan menghadapi tanggung jawab dan tuntutan lingkungan termasuk bekerja dengan orang lain dan bekerja dalam kelompok (Job/role environmetskill).
Kompetensi lebih menitik beratkan pada apa yang diharapkan dikerjakan oleh pekerja ditempat kerja, dengan perkataan lain kompeten menjelaskan apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang bukan latihan apa yang seharusnya diikuti. Kompetensi juga harus dapat menggambarkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan keterampilan pada situasi dan lingkungan yang baru. Karena itu uraian kompetensi harus dapat menggambarkan cara melakukan sesuatu dengan efektif bukan hanya mendata tugas.
Melakukan sesuatu dengan efektif dapat dicapai dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sikap kerja atau attitude sangat mempengaruhi produktivitas, namun sampai saat ini masih diperdebatkan bagaimana merubah sikap kerja serta menilainya, tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat.
Menurut konsep Jerman (dalam sistem ganda) menggunakan istilah kompetensi profesional atau kualifikasi kunci. Kompetensi profesional mencakup kumpulan beberapa kompetensi yang berbeda seperti ditunjukkan di bawah.

5. Budaya Kerja dan Etos Kerja
Budaya
Cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu dari suatu bangsa (Ashley Montagu & Cristoper Dawson 1993). Suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirim melalui kehidupan sosial, seni. Agama, kelembagaan, dan segala hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia (Kotter& Heskett 1992). Keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar (Koentjaraningrat). Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan seperti “BUILT A WORK CULTURE”
Budaya Kerja
Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja” atau “bekerja”.
Budaya kerja organisasi adalah manajemen yang meliputi pengembangan, perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti optimal, ekonomis, dan memuaskan.
Fungsi Budaya Kerja
Suatu komponen kualitas manusia yang melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam pembangunan. Ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa. Terkait erat dengan nilai-nilai dan falsafah bangsa yang mendorong kinerja seseorang.
Manfaat Budaya Kerja
- Mengubah sikap dan perilaku pegawai untuk meningkatkan produktivitas kerja.
- Meningkatkan kepuasan kerja dan pelanggan, pengawasan fungsional, dan mengurangi pemborosan.
- Menjamin hasil kerja berkualitas
- Memperkuat jaringan kerja ( networking)
- Menjamin keterbukaan ( accountable )
- Membangun kebersamaan.

Budaya Berani Ambil Resiko (Take a Risik Culture)
Hidup dalam budaya yg berfokus pada resiko ini penuh dengan upaya menekan resiko tinggi, namun dengan umpan balik yang lambat. Pentingnya membuat keputusan yang tepat menimbulkan naluri melihat jauh ke depan. Mengambil keputusan butuh waktu yg lama, dan sekali melakukan, pemikiran sulit diubah. Dalam budaya ini dperlukan pribadi-pribadi yg matang.
Budaya Kerja yang Fokus pada Proses (Focus On Process Culture)
Individu yang dihargai dalam budaya ini adalah yang mencoba untuk melindungi integritas sistem lebih dari kepentingan pribadi. Di lembaga pemerintah, karyawan bahkan tak memperoleh umpan balik. Sebagai akibatnya, efektifitas pekerjaan sampai terjadi sesuatu yg mebutuhkan evaluasi.
Budaya Kerja Keras (Hard Worker Culture)
Budaya kerja keras termasuk budaya yang sulit, penuh dengan aktifitas yang energetik. Lingkungan budaya ini sangat kondusif bagi orang-orang yang aktif, erat dengan pencapaian target tertentu.
Contoh Rumusan Budaya Kerja
Dalam membentuk pribadi menawan:
- Salam
- Sapa
- Senyum
- Sopan
- Santun
Semoga MUTU SDM Organisasi Anda Tidak Seperti Berikut:
- suka mengeluh, banyak menuntut, egois
- bekerja seenaknya, kepedulian kurang
- kerja serba tanggung, sering menunda, manipulatif
- malas, disiplin buruk, stamina kerja rendah
- pengabdian minim, sense of belonging tipis, gairah kerja kurang
- terjebak rutinitas, menolak perubahan, kurang kreatif
- bekerja asal-asalan, cepat merasa puas
- jiwa melayani rendah, merasa hebat, arogan.
Etos Kerja Organisasi
Etos Kerja sebenarnya istilah populer untuk “selera bekerja”:
- Semangat (spirit)
- Self esteem (harga diri)
- Trust (keyakinan).
Etos Kerja Profesional
Navigator anda menuju sukses:
- Kerja adalah Rahmat (Aku Bekerja Tulus Penuh Syukur)
- Kerja adalah amanah (Aku Bekerja Benar Penuh Tanggung jawab)
- Kerja adalah Panggilan (Aku Bekerja Tuntas Penuh Integritas)
- Kerja adalah Aktualisasi (Aku Bekerja Keras Penuh Semangat)
- Kerja adalah Ibadah (Aku Bekerja Serius Penuh Kecintaan)
- Kerja adalah Seni (Aku Bekerja Cerdas Penuh Kreativitas)
- Kerja adalah Kehormatan (Aku Bekerja Tekun Penuh Keunggulan)
- Kerja adalah Pelayanan (Aku Bekerja Paripurna Penuh Kerendahan hati).
Harapan yang muncul dari Perilaku Organisasi:
- Menemukan sukses sejati
- Roh keberhasilan dalam Organisasi
- Manusia sebagai Insan Pekerja
- Teori Sukses terpadu
- Etos & Pengembangan Karakter
- Etos & Pengembangan Kompetensi
- Etos & Pengembangan Karisma
- Etos & Pengembangan Kepercayaan Diri
- Etos & Kecerdasan Spiritual
- Etos & Kecerdasan Emosi
- Etos & Kecerdasan Advertiser
- Etos & Kecerdasan Finansial.