KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA INDONESIA BUKU PUTIH 2011 2011 INDONESIA ICT WHITEPAPER
@2011 Kementerian Komunikasi dan Informatika Pusat Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Informatika dan Informasi Komunikasi Publik Nara Sumber : DR. Dwi Handoko, Drs. Wenwen Ruswandi, Drs Zain Syaifullah, M,Sc, Dr. Khamami Heru Santoso, Setiadi Yazid. Jakarta : Puslitbang APTIKA IKP, 2011 109 Halaman, 21 × 28 cm ISBN : 978-602-99599-6-3 1. Tren TIK 2. Kondisi TIK saat ini 3. Kebijakan dan Rencana Editor: DR. Rudi Lumanto; Aizirman Djusan, M.Econ, Dr.Ir. Ashwin Sasongko, M.Sc, Dr. Ir. Basuki Yusuf Iskandar, Prof. Dr-ing. Kalamullah Ramli, M.Eng, DR. Zainal Hasibuan, MA; Drs Freddy H. Tulung MUA, DR. Yan Rianto, M.Eng Redaktur: Drs Selamatta Sembiring, M.Si, Ahmad Budi Setiawan, ST. Riza Azmi M.Kom, Imam Sanjaya, M.Sc, Noor Indra Ardianto, S.Pd, Anton Susanto, MTI, Ari Cahyo Nugroho, S.Sos Desain Grafis: Rieka Mustika Penerbit : Puslitbang APTIKA IKP Kementerian Komunikasi dan Informatika Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta 10110, Tel/Fax 384888 Website: http://www.kominfo.go.id
PENGANTAR Pemerintah, melalui Perpres No: 32 Tahun 2011 telah menetapkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011—2025 untuk mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan sepuluh besar dunia di tahun 2025 dan enam besar dunia pada tahun 2050 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, maka harus didukung oleh inovasi dan daya saing yang kuat. Karena itu telematika (TIK) — sebagai produk teknologi kreatif dan inovatif — harus terus dibangun dan dikembangkan secara komprehensif , intensif dengan skala masif. Infrastruktur TIK tidak hanya sebagai produk jasa yang menghasilkan pendapatan bagi negara, tapi lebih dari itu infrastruktur ini juga merupakan pemberdaya yang mampu meningkatkan daya guna infrastuktur lainnya. Itulah sebabnya sektor TIK telah dijadikan sebagai kegiatan utama ekonomi nasional yang pengembangannya juga diintegarasikan dan merupakan salahsatu elemen strategi utama dalam MP3EI. Buku Putih ini diterbitkan dengan maksud sebagai milestone dan outlook pembangunan Kominfo di Indonesia. Melalui buku ini diharapkan masyarakat luas bisa mengetahui dan memahami pembangunan TIK yang telah dilakukan dan arah pengembangan serta kebijakan yang diambil. Dengan demikian masyarakat, – terutama pemangku kepentingan – dapat ikut berpartisipasi. Buku Putih Tahun 2011 ini merupakan up-dating dan penyempurnan dari buku putih tahun sebelumnya. Karena itu, sebagaimana pada penerbitan buku putih tahun 2010, buku ini memuat tiga bagian besar yakni : tren TIK global, kondisi TIK di Indonesia yang paling mutakhir saat ini dan gambaran/proyeksi pembangunan TIK kede pan. Semoga TIK Indonesia maju, Indonesia jaya dan masyarakat pun sejahtera. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring
DAFTAR ISI Bab hal I Tren TIK 1 1.1 TIK dan Pertumbuhan Ekonomi 3 1.1.1 Kontribusi Bidang TIK terhadap Pendapatan Negara 4 1.2 Tren Konvergensi 6 1.3 Tren Komputasi Awan 9 1.4 Tren Penyiaran Digital 12 1.5 Tren TIK Hijau 14 1.6 Tren Mobile Computing 16 1.7 Migrasi IPv6 19 1.8 Cyber Security 22 II Kondisi TIK saat ini 23 2.1 Indeks Pembangungan TIK Indonesia 25 2.2 Infrastruktur 28 2.3 Internet dan Komputer 37 2.4 Penggunaan TIK 47 2.4.1 Penggunaan TIK di Rumah Tangga 49 2.4.2 Penggunaan TIK di Sektor Bisnis 50 2.4.3 Penggunaan TIK di sektor Pendidikan 55 2.5 POS 59 2.6 Penyiaran 62 2.7 SDM TIK 67 2.8 Perbandingan Internasional 71 III Outlook TIK 74 3.1 Visi Misi dan Strategi 76 3.2 Tujuan 77 3.3 Sasaran Strategis 78 3.4 Program Prioritas 79 3.5 Arah Kebijakan dan Strategi 82 3.6 Gambaran Keseluruhan Proses Pembangunan 83 3.7 Roadmap TIK Nasional 84 3.8 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 86 3.9 MP3EI dan Percepatan Menuju Indonesia Broadband 88 3.10 Implementasi e-Goverment 93 3.11 Roadmap e-Goverment Nasional 94 3.12 Kebijakan Keamanan Informasi 95 3.13 Implementasi Program Open Source 97 3.14 Roadmap Infrastruktur TV Digital 98 3.14.1 Roadmap Migrasi TV Analog Ke TV Digital 99 3.14.2 Perubahan Band Plan 99 3.17 Roadmap Internet (IPv6) 100 3.17.1 Time line Roadmap Implementasi IPv6 102 3.18 Roadmap Satellit 103 3.18.1 Time line Roadmap Satelit 104 3.19 Inaicta 2011 107
DAFTAR GAMBAR Bab Gambar hal I 1.1 Tiga efek dari Pemanfaatan ICT dalam mendorong Pertumbuhan Ekonomi 4 1.2 Konvergensi antara Fix, Wireless dan Content 7 1.3 Kerangka Penyusun WEB 2.0 8 1.4 Ruang lingkup dari WEB 2.0 9 1.5 Konsep Komputasi Awan Portal Layanan Publik Nasional 10 1.6 Lingkup Operasional Portal Layanan Publik Nasional 11 1.7 Stake holder TIK Hijau (Green ICT) 16 1.8 Model Teknologi Mobile Computing 17 1.9 Aplikasi Mobile Computing 18 1.10 Grafik Distribusi IPv4 21 II 2.1 Penyebaran Indeks Pembangunan TIK kabupaten /kota di Indonesia berdasarkan Indeks ICT Pura 25 2.2 Komposisi Indeks 25 2.3 Komparasi ragam indeks 25 2.4 Indeks Pembangunan TIK berdasarkan Pembagian Koridor Pembangunan Ekonomi MP3EI 26 2.5 Perbandingan Pembangunan TIK antara koridor Jawa dan Maluku-Papua dilihat dari Keselarasan, Sumber daya, Tata kelola dan Literasi 26 2.6 Sebaran Komposisi faktor Pembangunan TIK 27 2.7 Kondisi sebaran penyediaan akses Telekomunikasi di Pedesaan 28 2.8 Kondisi sebaran penyediaan akses Internet di Kecamatan 29 2.9 Kondisi sebaran penyediaan mobil akses Internet di Kecamatan 30 2.10 Kondisi sebaran Infrastruktur Backbone Fiber Optic 31 2.11 Panjang Kabel Fiber Optic di setiap Pulau 31 2.12 Komposisi penyelenggaran Multimedia berdasarkan Ijin 32 2.13 Komposisi belanja modal (Capex & Opex) industri Telekomunikasi bergerak (seluler dan FWA) tahun 2010 33 2.14 Jumlah pelanggan Telekomunikasi bergerak Indonesia berdasar jenis penyelenggaraan 34 2.15 Jumlah pelanggan Telekomunikasi bergerak Indonesia berdasar jenis layanan 34 2.16 Komposisi Anggota IDNIC per Oktober 2011 37 2.17 Alokasi IPv4 di Indonesia 37 2.18 Perkembangan jumlah domain id 38 2.19 Jumlah domain id dan g-TLD di Indonesia 38 2.20 Komposisi domain id dan g-TLD di Indonesia 39 2.21 Pemeringkatan e-Gov Indonesia berdasar provinsi tahun 2011 40 2.22 Pemeringkatan e-Gov Indonesia berdasar kab/kota tahun 2011 40 2.23 Tingkat adopsi software open source di daerah daerah di Indonesia 41 2.24 Komposisi penggunaan internet di daerah daerah di Indonesia 41 2.25 Peringkat Indeks Keamanan Informasi di beberapa instansi pemerintah tahun 2011 43 2.26 Indeks Keamanan Informasi 44 2.27 Teledensitas Telepon Rumah Berdasarkan Provinsi 47
2.28 Komposisi Pelanggan ISP Berdasarkan Teknologi Akses dan Propinsi 48 2.29 Persentase Kepemilikan Komputer pada Rumah Tangga 49 2.30 Akses Internet pada Rumah Tangga Indonesia 49 2.31 Jenis Akses Internet di Rumah Tangga Indonesia 50 2.32 Persentase Perusahaan Pengguna Komputer 52 2.33 Persentase Perusahaan Pengguna Internet 51 2.34 Persentase Perusahaan Berdasarkan Koneksi Internet 51 2.35 Persentase Perusahaan yang memiliki Web Perusahaan 51 2.36 Persentase Perusahaan yang Memanfaatkan Internet untuk Menerima Pemesanan barang dan Jasa 52 2.37 Persentase Perusahaan yang Memanfaatkan Internet untuk Menawarkan Pemesanan barang dan Jasa 52 2.38 Persentase Perusahaan Pengguna LAN 52 2.39 Persentase Perusahaan Pengguna Intranet 53 2.40 Persentase Perusahaan Pengguna Extranet 53 2.41 Persentase Perusahaan Pengguna Internet Berdasarkan Aktifitas Internet yang digunakan 54 2.42 Proporsi sekolah dengan Pengguna Sarana TIK 55 2.43 Presentase penggunaan Komputer di Sekolah berdasarkan Kegiatan 55 2.44 Persentase komputer berdasarkan Kegiatan dan Konektivitas terhadap Internet 55 2.45 Proporsi sekolah yang mengajarkan ketrampilan komputer dasar 56 2.46 Kurikulum pelajaran keterampilan komputer dasar 56 2.47 Koneksi internet yang digunakan di sekolah 57 2.48 Sekolah yang memberikan pekerjaan rumah dengan mengakses Internet 57 2.49 Kepemilikan website serta Pemberian akun email pengajar dan siswa 58 2.50 Rasio siswa yang mengakses Internet untuk tujuan pembelajaran berdasarkan jenis Sekolah 58 2.51 Rasio siswa yang mengakses Internet untuk tujuan pembelajaran berdasarkan jenjang pendidikan 58 2.52 Perkembangan Jumlah Kantor Pos menurut jenisnya 59 2.53 Perkembangan Jumlah Kantor Pos tahun 2005 – 2010 59 2.54 Cakupan pelayanan penduduk dan jangkuan luas pelayanan per Kantor Pos 60 2.55 Komposisi Produksi Surat dalam Negeri 61 2.56 Jumlah Produk Paket Dalam Negeri 61 2.57 Perkembangan Industri Televisi 62 2.58 Belanja Iklan Televisi 65 2.59 Belanja Iklan TV dan PDB Sektor Komunikasi 65 2.60 Penyebaran indeks literasi TIK di kabupaten dan kota Indonesia tahun 2011 67 2.61 Presentasi daerah dibanding rata rata indeks literasi TIK nasional di Kabupaten dan Kota Indonesia tahun 2011 67 2.62 Jumlah perguruan tinggi di daerah yang memiliki program studi terkait Komputer dan Informatika (TIK) 68 2.63 Nilai Index ICT Development (IDI) Indonesia dan peringkatnya secara global 71 2.64 Perbandingan IDI sub-index Indonesia dengan negara lainnya 72
III 3.1 Pembangunan dan Pengembangan Kominfo secara keseluruhan 83 3.2 Roadmap Pembangunan TIK Nasional 84 3.3 Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah 86 3.4 Kerangka Desain MP3EI 87 3.5 Pembangunan Broadband koridor 1 : Sumatra 88 3.6 Pembangunan Broadband koridor 2 : Jawa 89 3.7 Pembangunan Broadband koridor 3 : Kalimantan 90 3.8 Pembangunan Broadband koridor 4 : Sulawesi 91 3.9 Pembangunan Broadband koridor 5 : Bali dan Nusa Tenggara 92 3.10 Pembangunan Broadband koridor 6 : Maluku dan Papua 92
DAFTAR TABEL Bab Tabel hal I 1.1 PDB atas dasar harga Berlaku Tahun 2006 –2010 (Rp. Milyar) 5 1.2 Realisasi PNBP Bidang Pos dan Telekomunikasi Tahun 2005- 2010 6 1.3 Peralihan penyiaran Broadcast ke Broadband 12 1.4 Peringkat trens industri penyiaran tahun 2010 dan 2011 14 1.5 Tabel Sisa Alokasi IPv4 masing-masing regional 20 II 2.1 Dua puluh lima besar peringkat kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki pembangunan TIK terbaik atau memiliki kesiapan tertinggi dalam rangka memasuki abad digital. 27 2.2 Jumlah penyelenggara Multimedia 33 2.3 25 Peringkat situs dengan akses tertinggi di Indonesia tahun 2011 39 2.4 Perbandingan ICT Development Index (IDI) Indonesia dengan beberapa negara Asean dan Asia 71 2.5 Perbandingan ICT Price Basket (IPB) ) Indonesia dengan beberapa negara Asean dan Asia III 3.1 Cakupan koneksivitas/sambungan jaringan Fiber Optic Sumatera 88 3.2 Cakupan koneksivitas/sambungan jaringan Fiber Optic Jawa 89 3.3 Cakupan koneksivitas/sambungan jaringan Fiber Optic Kalimantan 90 3.4 Cakupan koneksivitas/sambungan jaringan Fiber Optic Sulawesi 91 3.5 Cakupan koneksivitas/sambungan jaringan Fiber Optic Bali dan Nusa Tenggara 92 3.6 Cakupan koneksivitas/sambungan jaringan Fiber Optic Maluku dan Papua 92
1 BAB 1 Tren TIK
2 1
3 1.1 TIK dan Pertumbuhan Ekonomi Hubungan TIK dan pertumbuhan ekonomi mengalami evolusi sesuai dengan perkembangan teknologinya, kontribusi TIK mulai dari saat bentuknya fix phone, kemudian seluler, internet sampai dengan broadband memperlihatkan bagaimana terbukanya akses komunikasi baik dalam bentuk yang sederhana maupun yang kompleks akan memberikan dampak secara nyata dalam ekonomi. Di Indonesia perkembangan teknologi internet juga mempengaruhi tidak saja ekonominya tapi juga masyarakatnya. Internet saat ini hadir dalam segala aspek dari perdagangan maupun kehidupan masyarakat. Diperkirakan internet saat ini berperan sebesar 1,6% dari GDP Indonesia. Kontribusi internet pada ekonomi Indonesia diprediksi akan terus meningkat dan diperkirakan memberikan kontribusi sedikitnya 2,5% dari GDP pada tahun 2016 (Delloitte Report 2011). Dalam sepuluh tahun kedepan, pengguna internet berkecepatan tinggi (terutama mobile broadband) akan tumbuh pesat. Masuknya Indonesia ke era broadband economy diperkirakan mendatangkan tambahan investasi kedalam perekonomian nasional sebesar Rp. 96 Triliun hingga Rp. 169 Triliun. Hasil studi Brooking Institute (survey McKenzie), menyebutkan bahwa setiap pertumbuhan 1% penetrasi broadband, akan meningkatkan pertumbuhan GDP sebesar 0,6% sampai 0,7%. Dan, setiap pertumbuhan 1% penetrasi broadband akan meningkatkan lapangan kerja 0,2 sampai 0,3%. Pengembangan backbone broadband juga memberikan efisiensi bagi sendi perekonomian seperti listrik, transportasi, kesehatan, dan pendidikan, sebesar 0,5% sampai 1,5%. Konektivitas berbasis data (broadband) akan memunculkan masyarakat kreatif, serta ekonomi berbasis ilmu pengetahuan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun kedepan, kebutuhan akses pita lebar dapat mencapai kisaran 120 juta - 140 juta pelanggan, dengan nilai bisnis mencapai Rp. 300 Triliun - 400 Triliun. Saat ini, kurang lebih 5 Miliar perangkat telah terhubung ke internet, dan pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 50 Miliar. Perangkat tersebut antara lain ponsel, komputer, kendaraan, televisi, kulkas, kamera, dan perangkat lainnya. Rata-rata pengeluaran untuk setiap
4 perangkat yang terhubung ke internet berkisar US$ 29 - US$ 42 atau Rp 260.000 - Rp 380.000 perbulan. Penerapan teknologi broadband, dari sisi jaringan, terminal maupun content akan memberikan peluang yang sangat besar pada industri TIK. Diperkirakan setiap tahun, biaya capex industri TIK maupun pengguna (tablet, handphone, televisi, dll) melebihi Rp 50 Triliun. Ini akan dimanfaatkan oleh industri nasional, demi menarik peluang dalam industri tersebut untuk memaksimalkan potensi. Sumber : ICT White Paper 2010 Gambar 1.1 Tiga efek dari pemanfaatan ICT dalam mendorong pertumbuhan ekonomi 1.1.1 Kontribusi Bidang TIK Terhadap Pendapatan Negara Analisis tentang peran ekonomi dari bidang TIK telekomunikasi terhadap perekonomian secara makro dilakukan dengan pendekatan output. Kontribusi bidang TIK telekomunikasi terhadap perekonomian dengan pendekatan output ditunjukkan oleh peran sektor pos dan telekomunikasi terhadap pembentukan pendapatan domestik bruto (PDB) nasional. Perkembangan produk domestik bruto Indonesia dari tahun 2005 sampai kuartal ke-2 tahun 2010 menurut lapangan usaha termasuk bidang telekomunikasi ditunjukkan oleh tabel 1.1, PDB bidang komunikasi tergabung dalam lapangan usaha pengangkutan dan komunikasi. Ketiga
5 Tabel 1.1 PDB atas dasar harga Berlaku Tahun 2006 –2010 (Rp. Milyar) LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008 2009* 2010** 1. Pertanian 433.223,4 547.235,60 713.291,40 857.241,4 985.143,6 2. Pertambangan dan Penggalian 366.505,4 440.826,20 543.363,80 591.912,7 716.391,2 3. Industri Pengolahan 919.532,7 1.068.806,40 1.380.731,50 1.477.674,3 1.594.330,4 4. Listrik, Gas Air & Bersih 30.354,8 34.726,20 40.846,70 47.165,9 50.042,2 5. Bangunan 251.132,3 305.215,70 419.321,60 555.201,4 660.967,5 6. Perdagangan Hotel & Restoran 501.542,1 590.822,30 692.118,80 744.122,2 881.108,5 7. Pengangkutan dan Komunikasi 231.808,6 265.256,90 312.454,10 352.423,4 417.466,0 a. P e n g a n g k u t a n 142.799,0 149.926,60 171.203,00 181.896,0 211.771,4 b. K o m u n i k a s i 89.009,6 115.330,30 141.251,10 170.527,4 205.694,6 1. Pos dan Telekomunikasi 79.806,0 103.324,40 126.532,70 152.949,4 184.491,6 2. Jasa Penunjang Komunikasi 9.203,6 12.005,90 14.718,40 17.577,98 21.203,02 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 269.121,4 305.216,00 368.129,70 404.013,4 462.788,8 9. Jasa-Jasa 336.258,9 399.298,60 483.771,30 574.116,5 654.680,0 PDB 3.339.479,6 3.957.403,90 4.954.028,90 5.603.871,2 6.422.918,2 PDB Tanpa Migas 2.967.303,1 3.540.950,10 4.426.384,70 5.138.955,2 5.924.008,2 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Trend pertumbuhan pada sektor pengangkutan dan komunikasi, subsektor komunikasi, serta bidang pos dan telekomunikasi dibandingkan dengan pertumbuhan PDB, menunjukkan bahwa subsektor telekomunikasi memang tumbuh jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan PDB dan subsektor pengangkutan. Rekapitulasi penerimaan PNBP dari berbagai sumber seperti pada tabel 1.2 menunjukkan bahwa secara umum peneriman PNBP dari semua sumber menunjukkan trend kenaikan, kecuali untuk PNBP dari telekomunikasi yang mengalami penurunan. Secara total, PNBP dari bidang Pos dan telekomunikasi tahun 2010 meningkat sebesar 28% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini tidak berbeda jauh dengan peningkatan yang terjadi pada tahun sebelumnya. Peningkatan PNBP yang terbesar pada tahun 2010 ini terdapat pada PNBP yang berasal dari IAR, KRAP dan sewa rumah (lain-lain). Namun karena proporsi peneriman PNBP dari sumber ini relatif kecil, maka tidak memberikan dampak signifikan pada peningkatan PNBP total.
6 Tabel 1.2 Realisasi PNBP Bidang Pos dan Telekomunikasi Tahun 2005- 2010 No Tahun Pos Telekomunikasi Standarisasi Frekuensi USO Total PNBP 3 2005 24.700 449.845.483 4.072.936 1.322.640.996 - 1.776.584.115 4 2006 20.000 628.767.084 10.316.936 2.675.599.468 650.073.748 3.964.777.236 5 2007 20.000 970.360.151 17.609.534 3.368.216.065 756.447.662 5.112.653.411 6 2008 26.000 960.272.968 29.862.510 6.017.134.381 693.502.957 7.700.798.816 7 2009 36.000 644.619.476 47.233.912 8.109.585.191 1.107.276.107 9.908.750.686 8 2010 49.000 574.012.244 53.883.832 10.693.659.419 1.366.551.545 12.688.156.040 Sumber : Statistik Postel 2010 Dari komposisi sumber penerimaannya, proporsi terbesar penerimaan PNBP berasal dari PNBP bidang frekuensi, diikuti oleh PNBP dari kegiatan USO. Proporsi penerimaan PNBP dari bidang frekuesi ini pada tahun 2010 mencapai 84,3% dari total penerimaan PNBP bidang pos dan telekomunikasi. Sementara PNBP dari kegiatan USO mencapai 10,8%. Perkembangan komposisi penerimaan PNBP ini menunjukkan proporsi PNBP dari bidang telekomunikasi menunjukkan penurunan yang sangat tajam dari 15,9% pada 2006 menjadi tinggal 4,5% pada 2010. Penurunan ini disebabkan penerimaan PNBP dari bidang telekomunikasi mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir, sementara PNBP dari sumber lain terutama dari bidang frekuensi dan dari kegiatan USO justru mengalami peningkatan. Sehingga, PNBP bidang telekomunikasi yang pada tahun 2007 merupakan penyumbang terbesar kedua setelah frekuensi, sekarang proporsinya hanya terbesar ketiga dibawah PNBP kegiatan USO. Sementara dengan peningkatan penerimaan yang semakin tinggi, PNBP dari bidang frekuensi menunjukkan proporsi yang semakin besar. 1.2 Tren Konvergensi : Social Computing Secara harfiah, konvergensi berarti menuju ke satu titik atau terjadinya penyatuan. Secara umum istilah konvergensi merujuk kepada penyatuan berbagai layanan dan teknologi baik teknologi komunikasi, informasi maupun yang terkait
7 dengannya. Teknologi yang tadinya terpisah seperti suara, data dan video dapat menyatu dalam satu sumber daya sehingga dapat langsung berinteraksi, antara satu dengan yang lainnya menciptakan sinergi yang efisien. Pada saat ini, sinergi antara teknologi internet, penyiaran dan telekomunikasi merupakan contoh tren konvergensi yang sudah dirasakan secara langsung. Gambar 1.2 memperlihatkan konvergensi antara fix, wireless dan content. Disamping perkembangan teknologi yang cepat, faktor lain dapat pula menjadi pendorong terjadinya konvergensi seperti meningkatnya kompetisi, kebutuhan akan layanan baru yang lebih murah dan lain sebagainya. Sumber: Morgan Stanley Gambar 1.2 Konvergensi antara Fix, Wireless dan Content Di sisi lain perkembangan konvergensi dunia, tahun 2011 tercatat pula menjadi tahun dimana phenomena konvergensi sosial dan mobile computing bermain sangat signifikan. Konvergensi sosial dan mobile computing atau disebut konvergensi social computing adalah sebuah konvergensi yang secara fundamental merubah bagaimana informasi diakses dan digunakan dalam pengelolaan bisnis dan pengambilan keputusan. Ungkapan “ada aplikasi untuk keperluan itu” menggambarkan inti dari perubahan ini,
8 mengikat penggunanya dimana saja dan kapan saja mereka mau dan mengambil manfaat maksimal dari komputasi awan generasi berikut (Deloitte Report, Tech Trends 2011). Social Computing (komputasi sosial) adalah perwujudan dari semakin meluas dan mendalamnya penggunaan internet dan terbangun diatas platform yang memungkinkan komponen komponennya berkomunikasi, berkolaborasi dan menjalankan bisnis. Aplikasi web yang menjadi dasar dari phenomena ini adalah apa yang disebut dengan WEB generasi kedua atau WEB 2.0 yaitu web yang memfasilitasi partisipasi pertukaran informasi, interoperability, desain yang berpusat kepada pengguna, dan kolaborasi diatas web. WEB 2.0 berbeda dengan web generasi sebelumnya dimana pada web generasi awal pengguna dibatasi kepada melihat secara pasif informasi yang diberikan dan dibuat kepada mereka. Contoh dari WEB 2.0 adalah situs situs jejaring sosial, blogs, wikis, situs pertukaran video dsb. (Wikipedia) Sumber : Ross Dawson, web 2 framework Gambar 1.3 Kerangka penyusun WEB 2.0 Ada tiga bagian yang menyusun dan menjadi sentral dari WEB 2.0 yaitu input, mekanisme dan hasil. Inti dari WEB 2.0 adalah bagaimana ia mengubah input (konten yang dibuat oleh pengguna, opini opini, aplikasi aplikasi), melalui beberapa mekanisme (teknologi, rekomendasi, kolaborasi filter, struktur dan sindikasi) menuju hasil yang dimunculkan yang kemudian bernilai bagi komunitasnya secara menyeluruh.
9 Sumber: Ross Dawson, web 2 framework. Gambar 1.4 Ruang lingkup dari WEB 2.0 Ruang lingkup Web 2.0 terbentuk dari beberapa dimensi kunci yang membedakannya dari berbagai aspek. Satu dimensi kunci membedakan antara Pertukaran konten (content sharing) dan Rekomendasi /penyaringan (recommendation/filtering), sedang dimensi yang lain membedakan antara Aplikasi web dan Jejaring sosial. Pasangan masing masing kombinasi ini menghasilkan ruang yang lain, yang akhirnya menghasilkan delapan dimensi. 1.3 Tren Komputasi Awan (Cloud Computing) Cloud Computing atau biasa diterjemahkan sebagai Komputasi Awan merupakan teknologi yang menggunakan internet dan server (utama) yang jauh untuk menjaga/mengelola data dan aplikasi. Dengan menggunakan Cloud computing, konsumen dan pebisnis dapat menggunakan aplikasi tanpa melakukan instalasi, serta mengakses file pribadi mereka di komputer manapun, dengan akses internet. Teknologi ini meningkatkan efisiensi dengan memusatkan penyimpanan, memori, pemrosesan, dan bandwith. Teknologi ini memanfaatkan sumber daya komputasi yang terkoneksi
10 secara global melalui jaringan internet (Internet cloud) dan central remote server untuk mengatur data dan aplikasi. Portal Layanan Publik Nasional Portal Layanan Publik Nasional merupakan portal layanan publik terinregrasi yang menggunakan metode cloud computing sehingga memungkinkan para pengguna seperti Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah mendapatkan layanan dari apikasi-aplikasi yang ditempatkan pada portal ini secara terintegrasi. Portal layanan Publik Nasional terintegrasi ini memiliki beberapa modul web, seperti Portal (front end), Sistem Manajemen Konten (CMS), Manajemen Proses Bisnis dan Government Service Bus yang akan menjembatani berbagai Aplikasi Layanan Publik. Hal itu dapat terlihat dalam kerangka konsep berikut: Sumber: diolah dari berbagai sumber Gambar 1.5 Konsep Komputasi Awan Portal Layanan Publik Nasional Logic Layer
11 Lingkup operasional yang dilakukan portal ini secara sederhana digambarkan pada bagan berikut ini: Sumber : diolah dari berbagai sumber Gambar 1.6 Lingkup Operasional Portal Layanan Publik Nasional Aplikasi-aplikasi layanan Publik ditempatkan di lokasi masing-masing, dan terhubung dengan Server portal layanan Publik melalui Internet dengan jalur yang telah dikonfigurasi dengan Publik melalui Internet. Selain itu, jalur ini juga telah dikonfigurasi dengan VPN (Virtual Private Network), yang terenkripsi secara baik. Komponen navigasi pada Portal Layanan Publik ini terdiri dari beberapa jenis objek serderhana yang umumnya terdapat pada Website portal Layanan Publik instansi pemerintah. Beberapa tantangan regulasi dan isu strategis dengan adanya tren komputasi awan ini adalah : 1. Letak penyimpanan data fisik atau lokasi data center 2. Tingkat kerahasiaan (privacy) – Diperlukan sertifikasi untuk melindungi kepentingan umum dan untuk data publik maupun pemerintahan. 3. Keamanan data – diperlukan sertifikasi untuk menetapkan standar kemanan minimal
12 4. Auditing – perlunya transparansi dan akses untuk auditor pemerintah 5. Outsourcing – diperlukan aturan mengenai outsourcing infrastruktur IT 6. Menumbuh kembangkan Industri Komputasi Awan Nasional 7. Tingkat ketersediaan dan kehandalan tenaga listrik – bisa menjadi faktor penghambat bila tidak dibenahi 1.4 Tren Penyiaran Digital Dunia penyiaran mengalami perkembangan yang sangat pesat yang disebabkan antara lain: 1. Inovasi dalam pembuatan peralatan ( Devices), jaringan (Network) dan pelayanan ( Services). 2. Inovasi tersebut diatas menciptakan model ekonomi baru, bentuk atau kreasi content yang baru; maka hal ini memberikan peluang bagi pemain business yang lebih banyak yang pada akhirnya memberikan layanan yang lebih baik, beragam dan menguntungkan bagi konsumen. Inovasi – Inovasi dalam bidang penyiaran menyebabkan peralihan dari analog ke digital dan kemudian juga dari “Broadcast TV/Radio” ke “ Broadband TV/Radio” yang secara garis besar dapat digambarkan dalam matriks sebagai berikut Tabel 1.3 Peralihan penyiaran broadcast ke broadband NO BroadCast TV/Radio BroadBand TV/ Radio 1 Single/ Limited Format Multi Format 2 Continues/ One way Clip/ On Demand 3 Free/ Subscribe Free/ Subscribe/PPV (Pay per view) 4 Family Viewing More Personal Viewing 5 One Way etc Two way ( Interactive) etc Dalam tahun 2011, kemajuan kemajuan yang sangat pesat dalam bidang penyiaran diperlihatkan dengan antara lain:
13 1. Pembuatan ( produksi) gambar ( video) yang telah beralih dari 2 dimensi ( 2D-TV) menjadi 3 dimensi (3D-TV), hal ini telah didukung tersedianya peralatan camera, Video Switcher, Automation, Server, Editing System dan sebagainya yang sudah siap untuk memproduksi 3D – TV. 2. HYBRID TV (Hbb TV) yang merupakan penggabungan sistem penyiaran Linear ( Terrestrial, Satellite, Cable) dengan internet TV, sistem ini telah didukung dengan piranti untuk yang sudah siap pakai. 3. Penyempurnaan standar-standar penyiaran untuk dapat mengakomodasi kemajuan teknologi seperti antara lain System DBV-T ke DVB T-2 yang dapat meningkatkan kapasitas jumlah program hampir 50%, ketahanan siaran (robustness) terhadap derau (noise), dan juga flexibilitas ragam program yang dapat disiarkan dalam satu saluran siaran. 4. Dengan telah masuknya 3D-TV dipasaran maka standar “Blue Ray” yang sebelumnya diperkenalkan, terus disempurnakan, termasuk kacamata yang sebagai alat bantu atau target yang diharapkan dicapai adalah penonton 3D-TV tanpa kacamata, Eropa memprediksi dalam tahun 2015, penggunaan monitor 3D akan meningkat secara exponensial dari 4.4 juta ditahun 2011 menjadi 629 juta ditahun 2015. Reaksi dari masyarakat pemirsa/pengguna sangat beragam, baik yang secara langsung beralih menggunakan “ gadget” yang modern ataupun yang bertahan pada peralatan yang masih “ tradisional”, market survey periklanan, di Eropa menunjukan bahwa sampai saat ini mayoritas pengguna “gadget” modern, pada umumnya menggunakan “gadgetnya” sambil menonton TV Standard; hal ini mendorong pemasang iklan tetap akan mengalokasikan dana periklanan sampai dengan 3-5 tahun mendatang pada sistem
14 tradisional seperti TV Standard; meskipun demikian para operator TV Traditional harus sudah mulai menggunakan media-media modern seefektif mungkin. Trend dari perubahan yang dilakukan oleh pelaksanaan IndustrI Penyiaran dapat ditunjukan dalam table berikut, termasuk perubahannya dari tahun 2010 ke 2011. Tabel 1.4 Peringkat trens industri penyiaran tahun 2010 dan 2011 Peringkat Trends tahun 2010 tahun 2011 1 Multi – Platform Content delivery Multi – Platform Content delivery 2 File – Based/ tapeless workflow Transition to HDTV Operation 3 Transition to HDTV Operation File – Based/ tapeless workflow 4 IP networking and content delivery IP networking and content delivery 5 Improvement in video compression efficiency Improvement in video compression efficiency 6 Move to antomated workflow Video on demand 7 Centralized operation Targeted advertising 8 Video on demand 3D TV 9 Targeted advertising Move to antomated workflow 10 3D TV Centralized operation 11 Transition to 3 Gbps Analog switched off 12 Transition to 5.1 channel audio Transition to 3 Gbps 13 Out sourced Operation Transition to 5.1 channel audio 14 Reduction in carbon emissions Out sourced Operation 15 Analog switched off Reduction in carbon emissions Sumber : BBS Broadcast Industry Global Project 2011 1.5 Tren TIK HIjau (Green ICT) Pada proses pembuatan, penggunaan dan pembuangan peralatan ICT secara global, sektor ICT memberikan kontribusi sekitar 2% terhadap emisi global CO2. Emisi global dalam kaitannya dengan teknologi ICT, dikenal dengan sebutan e-waste atau limbah elektronis. Komponen limbah sektor ICT yang memberikan kontribusi terhadap emisi global tersebut, antara lain berasal dari Base Transceiver Station (BTS), telepon seluler, perangkat PSTN, televisi, radio, broadband dan narrowband. Hasil penelitian lainnya menyatakan sekitar setengah dari seluruh konsumsi energi ICT berasal dari
15 peralatan kantor seperti PC, laptop, printer dan telepon. Sebuah inisiatif dan upaya yang kini tengah digalakkan untuk mengentaskan permasalahan tersebut adalah ”Green ICT” atau ”Green Computing”. Penggunaan komponen-komponen yang makin kecil/miniatur, layar TV, Komputer, Laptop, Netbook, Ponsel dan LCD juga akan membantu dalam mengurangi emisi karbon dari sektor ICT. Demikian pula penggunaan solar cell, fuel cell, listrik dari air terjun, sungai, angin, ombak, tenaga nuklir, dll, juga akan mengurangi emisi karbon serta ramah lingkungan. Proses Waste Disposal dan Recycling limbah elektronik juga bisa mengurangi emisi karbon dan membuat ramah lingkungan. Pada Konferensi G-20 dan Konferensi Perubahan Iklim PBB di Copenhagen (COP15) tahun 2009, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon tanpa bantuan luar negeri (LN) sebesar 26% pada tahun 2020, atau sebesar 41% dengan bantuan LN. Untuk mencapai sasaran ini, maka Indonesia telah membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Indonesia juga telah menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan Pemerintah Norwegia yang akan memberikan bantuan LN dalam kerangka pengurangan emisi karbon dari sektor kehutanan Indonesia. Komitmen Pemerintah Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2020 sebesar 7%, dan pada saat yang sama juga mengurangi emisi karbon sebesar 41%. Green ICT bukan hanya gerakan Nasional semata, namun harus ada kerjasama dengan masyarakat internasional. Stake holder Green ICT dari dalam negeri adalah Pemerintah, Industri, LPND dan masyarakat pemakai. Namun, peran sentral Green ICT ada di tangan Pemerintah, karena tanpa ada arahan dan regulasi dari pemerintah biasanya pihak masyarakat dan Industri kurang berinisiatif untuk menerapkan Green ICT ini.
16 Sumber: diolah dari berbagai sumber Gambar 1.7 Stake holder TIK Hijau (Green ICT) 1.6 Tren Mobile Computing Mobile computing merupakan proses komputasi yang dilakukan dengan perangkat komputer (berisi file dan software) yang dapat digunakan, dimanapun penggunanya berada. Banyak contoh mobile computer yang sudah akrab di masyarakat seperti smartphone, personal digital assistant, dll. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam membangun mobile computing, antara lain standar keamanan, konsumsi daya, interference pada transmisi, bahaya pada kesehatan, interaksi manusia dengan komputer, dsb. Sedangkan ubiquitous computing adalah proses komputasi pada
17 sebuah system yang terintegrasi, dan bisa dilakukan pada perangkat aktivitas sehari-hari. Untuk mewujudkannya diperlukan networked processing devices yang kecil, terjangkau, dan robust, yang terdistribusi pada segala bidang kehidupan. Sumber : http://www.cs.colorado.edu Gambar 1.8 Model Teknologi Mobile Computing Perkembangan Teknologi Mobile Computing adalah akibat kehadiran teknologi internet seperti teknologi jaringan kabel Ethernet, atau pun teknologi Wireless Local Area Network (WLAN) dan Wireless Fidelity (WiFi). Perangkat teknologi informasi (TI) saat ini, meski semakin murah, tetapi tetap menjanjikan konsumen untuk selalu terkoneksi dengan dunia maya. Selayaknya sebuah komputer, pada Mobile Computing juga terdapat Perangkat Keras (Hardware) dan Perangkat Lunak (Software)
18 Meskipun saat ini telah berkembang teknologi 3G dan 4G, namun WiFi masih diminati, seiring dengan adanya hotspot dan jaringan internet di rumah-rumah. Hal ini merujuk dari hasil riset Strategy Analytics, yang mengungkapkan bahwa, volume penjualan global alat-alat elektronik berkonektivitas WiFi akan terus meningkat hingga lima tahun mendatang dengan total 2,6 miliar unit pada 2014. Pada 2014 pula, pasar global alat elektronik berkonektivitas WiFi akan mampu menuai pendapatan lebih dari US$ 250 miliar. Konsumen/masyarakat membutuhkan internet dimana saja, dan ini akan memicu adopsi WiFi ke dalam perangkat-perangkat mobile internet. Penetrasi penggunaan ponsel di Indonesia mendorong adanya kesempatan-kesempatan baru seperti pengembangan aplikasi bagi para kreator lokal. Sebagai perbandingan, di negara Korea Selatan, 66 persen aplikasi dibuat oleh perusahaan kecil dan individu. Para pengembang aplikasi Indonesia juga telah melihat beberapa faktor untuk membuat aplikasi. Di Indonesia, banyak ponsel yang dijual pada kisaran harga US$ 150 dengan ARPU sekitar Rp. 30.000,- sampai Rp. 40.000,-. Hal ini dapat menjadi Teknologi Mobile Computing, bukan hanya terdapat pada perangkat komputer, notebook atau netbook saja tetapi juga dapat diimplementasikan pada ponsel dan smartphone, Internet Enabled Television (IETV), Blu-ray player, konsol game, sistem audio digital, eReader, perangkat GPS, komputer tablet (PC Tablet) hingga kamera digital. Gambar 1.9 Aplikasi Mobile Computing
19 perhatian bagi para pengembang aplikasi smart phone di Indonesia untuk mengembangkan usaha mereka. 1.7 Migrasi ke IPv6 Internet Protokol yang merupakan sumberdaya pengalamatan jaringan yang sifatnya terbatas. Internet Protokol sendiri merupakan penomoran yang bersifat unik yang menandakan pengalamatan node dalam sebuah jaringan. Dengan meningkatnya kebutuhan terhadap jaringan terutama pertumbuhan penggunaan internet, kebutuhan akan alokasi Internet Protokol di dunia juga meningkat sehingga alokasi IP semakin terbatas dan menipis. Sejak dikembangkankan konsep TCP/IP, sumberdaya pengalamatan jaringan dan internet berbasiskan pada Internet Protokol versi 4 (IPv4). IPv4 tersebut memiliki jumlah penomoran yang bersifat terbatas yakni 232 atau sekitar 4,294,967,296 (4 milyar) buah alamat yang bersifat unik. Angka ini didapat dari 4 deret 8 blok yang masing-masing blok yang mengandung 256 buah blok 8, yaitu dari 0.0.0.0 sampai dengan 255.255.255.255. Pengalokasian alamat Internet Protokol tersebut menjadi wewenang IANA (Internet Assigned Number Authority). IANA mengatur pemberian alokasi Internet Protokol kepada user diseluruh dunia. IANA sendiri tidak secara langsung memberikannya kepada user namun melaui organisasi perantara. Terdapat 5 organisasi yang berada sebagai Regional Internet Registry (RIR) yang mengatur pemberian Internet Protokol di dunia yaitu: African Network Information Center (AFRINIC), yang bertanggungjawab dalam menangani wilayah Benua Afrika.
20 Asia Pasific Network Information Center yang bertanggungjawab dalam menangani wilayah Benua Asia dan wialayah Pasifik. Indonesia sendiri secara regional berada dibawah otoritas APNIC yang mengatur wilayah Asia-Pasifik. American Registry for Internet Numbers (ARIN), yang bertanggungjawab dalam menangani wilayah Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Afrika bagian Selatan (sub-Sahara). Latin America and Caribean Network Information Center yang bertanggungjawab dalam menangani wilayah Amerika Latin dan Karibia. Réseaux IP Européens Network Coordination Centre (RIPE NCC) yang bertanggungjawab dalam menangani wilayah Eropa, Timur Tengah dan bagian dari Asia Tengah. RIPE NCC berkantor pusat di Amsterdam, Belanda. Menurut Geoff Huston, peneliti dari Centre for Advanced Internet Architectures, 8 May 2011 adalah batas akhir alokasi IPv4 yang didasarkan pada blok sisa IPv4 di dunia sebagaimana terlihat pada tabel 1.5. Tabel 1.5 Tabel Sisa Alokasi IPv4 Masing-Masing Regional RIR Assigned Addresses (/8s) Remaining Addresses (/8s) AFRINIC 8,1335 4,8626 APNIC 51,4581 3,5419 ARIN 77,6946 6,2311 LACNIC 15,4073 4,5927 RIPE NCC 44,5308 4,4692 Sumber: potaroo.net, diakses 18 maret 2011 Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa untuk wilayah Asia Pasifik (APNIC) yang merupakan induk organisasi penyedia layanan internet di Indonesia hanya tersisa 3,5 blok alamat IP dari 51,4 blok untuk diberikan ke penyedia layanan internet dibawah APNIC. Alokasi alamat terbesar ada pada wilayah Amerika dan kedua wilayah Asia-Pasifik. Sementara, tingkat habisnya alokasi terdekat ada pada Asia-Pasifik.
21 Habisnya alokasi penggunaan IPv4 ini ditingkat dunia dapat dilihat pula pada gambar 1.10. Pada gambar tersebut dapat dilihat dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan alokasi Ipv4 di Asia Pasifik jauh lebih besar dari wilayah lainnya. Sumber: IDNIC Gambar 1.10 Grafik Distribusi IPv4 Keterbatasan IP tersebut memerlukan re-design ulang, sehingga dibuatlah konsep Internet Protokol baru yaitu Internet Protocol ver 6 (IPv6). IPv6 tersebut diproyeksikan mampu menampung sekitar 2128 atau 3,4 × 1038 alamat unik, atau setara dengan 6,5 × 1025 alamat per cm2 luas permukaan bumi. Dengan jumlah yang sangat besar tersebut, dapat dipastikan bahwa penggunaan IPv6 ini akan bertahan cukup lama untuk memenuhi kebutuhan IP di dunia terutama untuk keperluan pengalamatan perangkat jaringan. Urgensi migrasi dari IPv6 dikarenakan penerapan IPv6 merupakan sebuah proses transisi dari IPv4, dan bukan proses upgrade dari IPv4. Sehingga diantara keduanya terdapat non-compatibility antara IPv4 dengan IPv6. Dari hal tersebut, masalah yang
22 dapat timbul dalam jangka panjang adalah terpisahnya jaringan dan layanan berbasis IPv4 dan IPv6. 1.8 Cyber Security Tingginya penggunaan internet seiring dengan semakin maraknya keterkaitan internet dengan kehidupan sehari-hari, mengakibatkan frekuensi serangan dan kejahatan Cyber Space semakin meningkat. Kejahatan-kejahatan Cyber Space atau yang dikenal dengan istilah cybercrime tersebut meliputi pencurian identitas dan data (sumber daya informasi), pembajakan account (email, IM, social network), penyebaran malware dan malicious code, fraud, spionase industri, penyanderaan sumber daya informasi kritis serta cyberwarfare atau perang di dalam dunia maya. Hasil study cyber crime yang dipresentasikan pada World Economic Forum Davos, Februari 2009, menunjukkan bahwa dunia bisnis global pada tahun 2008 diperkirakan mengalami kerugian akibat cyber crime sampai 1 trilyun dolar. Di Inggris, Laporan Pemerintah Inggris di awal Februari 2011 menerangkan kerugian cybercrime dalam tahun 2010 sebesar sekitar 41,7 Milyar dolar. Pemerintah Inggris kemudian menganggarkan sekitar 1 Milyar dolar khusus hanya untuk National Cyber Security Program (NCSP) yaitu proyek pemerintah yang di desain untuk memperkuat perlawanan terhadap ancaman cyber baik kepada pemerintah, sektor privat, individual maupun kepada lembaga internasional. Amerika bahkan lebih dahulu secara serius menangani masalah ini dengan dibentuknya kantor cyber security langsung dibawah Presiden, kantor yang lebih dikenal kemudian dengan sebutan cyber command. Anggaran jangka panjang untuk cyber security ini diperkirakan sekitar 55 Milyar dolar per tahun. Kementrian Pertahanan Korea Selatan telah mengumumkan pula akan membentuk cyber command pada tahun 2012.