Karena ini merupakan prinsip dasar pelacakan kerusakan sebuah penguat dengan menggunakan transistor, maka sebelum membahas sistem audio stereo, di bawah ini diberikan contoh rangkaian penguat satu tingkat dengan semua jenis kerusakan yang mungkin terjadi dan tegangan terukur pada titik-titik yang telah ditetapkan. Tentunya dari sini dapat diambil makna untuk melangkah pada rangkaian yang lebih rumit lagi. Terlihat pada gambar 6.48 di bawah ini penguat satu tingkat dengan tegangan DC terukur pada kondisi normal.

Gambar 6.48: Penguat Satu Tingkat dengan Tegangan DC Normal
Penguat satu tingkat di atas menggunakan jenis transistor silikon dengan hFE antara 50 sampai 500. Melalui perhitungan, maka akan didapatkan tegangan-tegangan pada titik-titik 1, 2, dan 3 sebagai berikut:
- Titik 1: didapat dengan menggunakan rumus yang mudah, yaitu prinsip pembagi tegangan sebagai berikut : V1 = {VCC / (R1+R2) } R2 , sehingga didapat V1 = 2,4 Volt.
- Titik 2 : Didapat dengan rumus V2 = VCC -- IC.R3, sedangkan untuk mencari IC dengan cara mencari IE, yaitu IE = V3 / R4, karena IB sangat kecil dibandingkan IE maka IC = IE . Sehingga didapat IC = 3,05 mA dan V2 = 5,3 Volt (ingat harus dicari terlebih dahulu V3).
- Titik 3 : karena menggunakan transistor jenis silikon (VBE = 0,6 V atau 0,7 V) maka didapat V3 dengan sangat mudahnya, yaitu V3 = V1 - VBE = 2,4 V -- 0,7 V = 1,7 V.
Dalam kenyataannya rangkaian terukur dengan menggunakan multimeter adalah : V1 = 2,3 V, V2 = 5,5 V dan V3 = 1,7 V, ini semua terjadi karena digunakan resistor dengan toleransi 10 %, jadi tak ada masalah. Sedangkan hasil sinyal keluarannya diperkuat berbalik phasa dengan masukkannya, dan ini memang ciri khas penguat satu tingkat tersebut. Di bawah ini diberikan kerusakan-kerusakan yang terjadi dan hasil pengukuran tegangan DC nya serta alasannya, sebagai berikut:
R1 terbuka diberikan pada Gambar 6.49, maka tegangan terukur adalah: V1 = 0 V, V2 = 12 V, V3 = 0 V dan keluaran tak ada sinyal. Karena arus dan tegangan DC basis = 0 V (tak dapat catu dari R1) , maka transistor kondisi mati (cut off), sehingga V3 juga = 0V.

Gambar 6.49: Kondisi R1 Terbuka
R2 terbuka diberikan pada gambar 6.50, maka tegangan terukur menjadi V1 = 3,2 V, V2 = 2,6 V, V3 = 2,5 V dan keluaran cacad terpotong bagian negatifnya. Karena berarti arus transistor naik sehingga tegangan pada R1 = V1 juga naik. Transistor kondisi on dan hampir saturasi sehingga tegangan V2 hampir sama dengan tegangan pada V3.

Gambar 6.50: Kondisi R2 Terbuka
R3 terbuka diberikan pada gambar 6.51, maka tegangan terukur menjadi V1 = 0,75 V, V2 = 0,1 V, V3 = 0,1 V, dan keluarannya tak ada sinyal. Karena tanpa R3 maka arus kolektor = 0, sehingga arus emitter didapat dari basis. Akibatnya hubungan basis emitter adalah dioda arah maju, sehingga R4 paralel dengan R2, dan karena R4 kecil maka tegangan V3 juga kecil. Sedangkan tegangan pada V2 boleh dikata hampir sama dengan V3.

Gambar 6.51: Kondisi R3 Terbuka
R4 terbuka diberikan pada gambar 6.52, maka tegangan terukur menjadi V1=2,3V, V2 = 12V, V3 = 2V, dan keluarannya tak ada sinyal. Karena emitter terbuka dengan ground maka tak ada arus yang mengalir pada transistor. Tegangan pada kolektor = VCC, sedangkan pada V1 kondisi normal, dan pada V3 karena diukur terhadap ground maka ada tegangan terbaca pada meter karena ada arus melalui meter tersebut.

Gambar 6.52: Kondisi R4 Terbuka
C1 atau C2 terbuka diberikan pada gambar 6.53, maka tegangan terukur menjadi V1 = 2,3 V, V2 = 5,5 V, V3 = 1,7 V, dan keluarannya tak ada sinyal. Tegangan DC disini tak berubah seperti normal karena hanya kapasitor coupling saja yang terbuka sehingga sinyal masukan tak diteruskan ketransistornya.

Gambar 6.53: Kondisi C1 atau C2 Terbuka
C3 terbuka diberikan pada gambar 6.54, maka tegangan ter-ukur menjadi V1=2,3V, V2 = 5,5V, V3 = 1,7V, dan keluaran dengan penguatan kecil. Karena C3 terbuka maka rangkaian mempunyai feed back negatif melalui R4 , sehingga penguatan nya menjadi kecil (R3:R4 ???? 4) sedangkan tegangan DC nya tetap normal.

Gambar 6.54: Kondisi C3 Terbuka
C3 hubung singkat diberikan pada gambar 6.55, maka tegangan terukur menjadi V1=0,7V, V2 = 0,1V, V3 = 0V, dan keluaran tak ada sinyal. Berarti emitter hubung singkat ke ground sehingga V3 = 0 V. Transistor kondisi saturasi sehingga V2 sangat kecil.

Gambar 6.55: Kondisi C3 Hubung Singkat
Hubungan kolektor basis terbuka diberikan pada gambar 6.56, maka tegangan terukur menjadi V1=0,75V, V2 = 12V, V3 = 0,1V, dan keluaran tak ada. Sejak kolektor terbuka maka tak ada arus mengalir pada kolektor, sehingga V2 = 12 V. Sedangkan hubungan emitter basis seperti dioda dengan tegangan maju, jadi sama dengan kerusakan R3 terbuka.

Gambar 6.56:Hubungan Kolektor Basis Terbuka
Hubungan kolektor basis hubung singkat diberikan pada gambar 6.57, maka tegangan terukur menjadi V1=3 V, V2 = 3 V, V3 = 2,3V, dan keluaran tak ada. Tegangan basis dan kolektor sama karena hubung singkat. Hubung singkat ini menyebabkan R3 seri dengan R4, sehingga arus yang mengalir pada R4 adalah I= (VCC-VBE) / (R3+R4) = 4 mA, dan V3 = I x R4 = 2,3 V.

Gambar 6.57:Hubungan Kolektor Basis Hubung Singkat
Hubungan emiter basis terbuka diberikan pada gambar 6.58, maka tegangan terukur menjadi V1 = 2,3 V, V2= 12 V,V3= 0V, dan keluaran tak ada. Tak ada arus mengalir pada transistor, sehingga tegangan pada kolektor = VCC, dan tegangan pada emitter = 0 V. Sedangkan Pada V1 kondisi normal.

Gambar 6.58:Hubungan Emiter Basis Terbuka
Hubungan emiter basis hubung singkat diberikan pada gambar 6.59, maka tegangan terukur menjadi V1 = 0,13 V, V2= 12 V,V3= 0,13V, dan keluaran tak ada. Basis dan emitter mempunyai tegangan yang sama dan kecil karena R2 dan R4 terhubung parallel sehingga Tegangan pada R4 menjadi kecil. Dengan hubung singkatnya basis emitter maka transistor tak aktif, sehingga tegangan kolektor = VCC.

Gambar 6.59:Hubungan Emiter Basis Hubung Singkat
Hubungan kolektor emiter hubung singkat diberikan pada gambar 6.60, maka tegangan terukur menjadi V1= 2,3 V, V2= 2,5V, V3= 2,5V, dan keluaran tak ada.

Gambar 6.60:Hubungan Kolektor Emiter Hubung Singkat
Tegangan emitter sama dengan tegangan pada kolektor, itu menandakan hubung singkat pada emitter dan kolektor. Tegangan ini didapat dari pembagi tegangan antara R3 dan R4. Sedangkan tegangan V1 normal karena saat tegangan emitter bertambah, maka hubungan dioda basis emitter dicatu mundur (reverse), jadi tegangan V1 merupakan pembagi tegangan antara R1 dan R2.
Melalui rangkaian penguat satu tingkat di atas, kita dapat belajar banyak tentang:
- Macam-macam kerusakan pada sebuah penguat, jika kerusakannya salah satu komponen pada rangkaian tersebut.
- Ciri-ciri kerusakan yang terjadi, dimana jika terjadi kerusakan pada salah satu komponen akan dapat diketahui tegangan-tegangan pada titik-titik yang dibutuhkan, dan masing-masing kerusakan mempunyai harga tegangan yang berbeda.
- Kerusakan transistor dapat bermacam-macam, tapi yang pasti setiap kerusakan transistor, sinyal keluarannya pasti tak ada karena sebenarnya komponen aktifnya rusak. Hanya perlu dipelajari tegangan yang terjadi, sehingga jika terjadi kerusakan pada transistor segera bisa dideteksi lagi apakah merusak komponen yang lainnya.
- Kerusakan kapasitor coupling saat hubung singkat pada penguat satu tingkat tak akan ada bedanya. Tetapi bila rangkaiannya lebih dari satu tingkat, maka kerusakannya akan berakibat cukup fatal, karena tegangan DC dari rangkaian sebelum atau sesudahnya akan saling bercampur sehingga transistor bisa bergeser titik kerjanya atau bahkan transistor-transistor bisa ikut rusak dengan pergeseran titik kerja tersebut.
- Penguat satu tingkat ini biasanya bekerja pada kelas A dan banyak dipakai sebagai driver sebelum kepenguat akhir (penguat daya).
Penguat daya adalah sebuah penguat akhir yang selalu dipakai pada sistem audio apapun, bahkan tidak hanya pada penguat audio saja karena semua sistem elektronika pasti membutuhkan penguat akhir untuk menghasilkan suatu keluaran yang dikehendaki. Untuk itu diberikan rangkaian penguat daya untuk frekuensi audio seperti gambar 6.61 di bawah ini.

Gambar 6.61: Penguat Daya Frekuensi Audio
Cara kerja rangkaian dapat diterangkan perbagian adalah:
- Rangkaian ini Dibangun dari sebuah op-amp 741 dalam mode noninverting, yang akan menjalankan penguat akhir dalam bentuk penguat komplemen yang kemudian akan menjalankan pengeras suara (loudspeaker) 8 ?.
- Penguat ini dirancang mempunyai respon frekuensi 15 Hz hingga 15kHz dengan daya keluaran sebesar 3,5 W.
- Sinyal input dimasukan melalui C1 ke pin 3 IC 741, dan akan menghasilkan output pada pin 6 dengan polaritas yang sama. Sinyal output ini kemudian akan dimasukan kebasis transistor keluaran Tr3 dan Tr2 melalui sebuah emitter follower Tr1.
- Sebagian dari sinyal keluaran diumpan balikkan ke input inverting IC 741 melalui pembagi tegangan R3 dan R2. kedua resistor ini akan menentukan penguatan rangkaian secara keseluruhan, disamping itu, umpan balik jenis ini akan memperbaiki kinerja rangkaian penguatan ACnya dan dan menjaga kestabilan keluarannya serta menjadikan tegangan pada TP4 sama dengan nol atau mendekati nol.
- Adapun prinsip kerja penguat komplemen adalah: pada setengah siklus positif Tr3 konduksi dan Tr2 mati. Pada setengah siklus negatif Tr2 konduksi dan Tr3 mati. Jadi penyaluran daya dari penguat komplemen ke loudspeaker dilakukan melalui Tr3 pada setengah siklus positif dan melalui Tr2 pada setengah siklus negatif.
- Untuk mendapatkan keluaran yang baik, kedua transistor tersebut harus benar-benar sesuai dan dipasang dengan menggunakan pendingin yang baik. Bila transistor tersebut tidak benar-benar sesuai, maka terjadi cacat cross-over. Dioda D1 dan D2 dipasang untuk membantu mengatasi cacat cross-over dengan mengatur bias majunya pada harga yang kecil.
- Tegangan offset pada masukan akan diperkuat dan akan muncul pada TP4 dalam orde beberapa millivolt, baik positif maupun negatif. Hal ini menyebabkan arus DC yang tidak diinginkan akan mengalir melalui pengeras suara, hingga akan mengurangi kualitas pengeras suara yang dihasilkan. Untuk menghilangkannya, digunakan RV1 sebagai pengatur offset null.
- Daya keluaran maksimum yang tersedia dapat ditentukan dengan perkiraan pertambahan amplitudo sinyal input dimana keluaran gelombang outputnya dimonitor oleh osiloskop. Tegangan Rms melalui beban dengan mengabaikan distorsi dapat digunakan untuk mendapatkan daya keluaran. Dan rumus dari daya keluarannya yaitu:

dimana RL = 8 ?. Sedangkan penguatan tegangannya adalah: Av = (R2 + R3) / R2.
Transistor Tr3 dan Tr2 akan rusak jika dialiri arus yang melebihi kemampunnya. Hal ini dapat terjadi jika Tr1 hubung singkat. Oleh karena itu harus dipilih catu daya yang sesuai dengan batas arus maksimum 1A sehingga kemampuan maksimum transistor tidak terlampaui.
Dengan diterangkan perbagian tentunya akan makin jelas, sehingga jika ada kerusakan akan lebih mudah diketahui komponen mana yang rusak. Pada kondisi normal tanpa sinyal masukan tegangan DC yang terukur di TP-TPnya terhadap ground adalah sebagai berikut:

Ada beberapa kerusakan yang dapat dijelaskan, yaitu Jika diberikan pengukuran terhadap ground sebagai berikut:

Dan disini ternyata sekringnya putus tapi transistor tak ada yang panas sekali. Dari kasus ini ternyata TP 2, 3, dan 4 negatif semua, jadi tegangan positip tak tersalurkan, artinya Tr1 tak bekerja (terbuka bukan hubung singkat) walau TP1 sangat tinggi (sebagai pemicu Tr1 untuk konduk). Artinya Op-Amp tetap bekerja normal hanya keluarannya menjadi positip besar karena masukan invertingnya mendapat tegangan negatif besar dibandingkan masukan non invertingnya. Jadi ini terjadi karena dua kemungkinan, yaitu R7 terbuka atau basis dan emiter Tr1 terbuka.
Disini Tr3 cut off dan Tr2 konduk sehingga timbul tegangan negatif. Sedang sekring putus karena arus yang mengalir melebihi 0,6 A.
- Jika penguatan penguat menjadi sangat rendah. Tegangan keluaran hampir sama dengan tegangan masukan. Transistor tak ada yang panas. Hal ini pasti terjadi karena munculnya umpan balik negatif (ingat pada penguat satu tingkat), ini dimungkinkan terjadi jika R2 terbuka atau C2 hubung singkat, sehingga penguatannya mendekati satu.
- Keluaran sangat tak stabil penguatannya sehingga sinyalnya tak menentu. Harus diketahui bahwa untuk menjaga kestabilan rangkaian pada umumnya selalu diberi umpan balik negatif. Karena tak stabil maka hanya satu kemungkinan yang membuat itu semua, yaitu rangkaian umpan baliknya yang tak beres. Dan umpan balik rangkaian ini adalah R3, jadi pasti R3 terbuka.
- Terjadi distorsi setengah gelombang positipnya (gelombang positip terpotong) pada keluarannya, sedang bagian negatifnya normal. Telah diketahui dari cara kerja rangkaian bahwa yang menghasilkan setengah gelombang positip adalah daerah Tr3, jadi jika Tr1 tak panas dan tetap bekerja karena Tr2 dapat masukkan dari Tr1 tetap bekerja normal maka kerusakkannya pasti pada daerah Tr3 dan keluarannya, yaitu basis dan emitter Tr3 terbuka atau R5 terbuka.
- Apa yang terjadi bila sampai Rv2 terbuka. Ini sangat berbahaya, karena Rv2 adalah penentu setting titik kerja Tr2 dan Tr3, jadi jika Rv2 terbuka maka keluaran akan distorsi crossover dan kedua transistor Tr2 dan Tr3 akan cepat panas dan rusak. Jadi jangan disepelekan kerusakan sebuah resistor itu karena dapat berdampak sangat banyak pada rangkaian.
- Jika Op-Amp rusak, dengan kondisi bagian keluarannya terbuka (pin 6 terbuka). Ini bukan berarti aman, karena walaupun TP1 = 0, yang artinya Tr1 dan Tr3 cut off, tapi Tr2 sangat konduk sehingga pasti sekring akan putus lagi (seperti pada kerusakan yang pertama R7 terbuka atau basis dan emiter Tr1 terbuka).
Jadi ternyata rangkaian penguat akhir untuk model komplemen ini sangat sensitif, sedikit saja salah setting maka akan berakibat fatal pada rangkaiannya. Disini diperlukan ketelitian dan pengalaman, jadi walaupun tanpa diukur tegangan-tegangan DC nya pada TP-TP tertentu tetap bisa ditentukan daerah mana yang tidak benar dan komponen mana yang rusak saat ada suatu kasus kerusakan.
Melalui dua contoh rangkaian sederhana di atas, kiranya dapat menambah wawasan berpikir kita tentang sebuah penguat pada sistem audio dan membuat kita makin penasaran untuk mengetahui lebih lanjut tentang sebuah sistem audio stereo itu. Karena dalam rangkaian sistem audio akan ditemui banyak sekali ragamnya, dan tentunya banyak sekali kasus kerusakan yang akan dihadapi dengan segala bentuk kerusakan yang bisa dikatakan sangat bervariasi, tapi pada intinya kuasai dahulu dasar sebuah penguat baik itu bagian driver maupun penguat akhir/daya.