Bila melacak kerusakan pada catu daya, pastikan untuk melokalisasi dan memperbaiki masalahnya dan jangan hanya mengganti komponen yang rusak. Misalnya: sekring yang selalu putus menandakan bahwa ada kerusakan komponen lain dalam rangkaian atau resistor yang terbakar menandakan bahwa sebuah transistor atau kapasitor telah mengalami kerusakan hubung singkat dan lain sebagainya. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Visual
Pelacakan sebaiknya dimulai dengan memeriksa catu daya secara visual dengan baik. Periksa sekring atau set kembali pemutus rangkaian dan carilah komponen yang terbakar, patah, hangus atau retak. Komponen-komponen tersebut harus diganti dahulu. Apabila catu daya masih dalam keadaan ON, sentuh transistor pelewat seri, regulator tegangan atau komponen aktif lain untuk melihat bila ada yang masih panas dari pada yang seharusnya. Beberapa komponen biasanya dalam kondisi hangat. Hati-hati untuk mengerjakan langkah ini. Gunakan alat pengukur temperatur bila memungkinkan.
b. Pengukuran Tegangan
Agar praktis lepaskan beban dari catu daya, kemudian ukur tegangan keluarannya. Bila tegangan yang terukur sesuai, masalahnya mungkin terletak pada beban dan bukan pada catu dayanya. Teknik pelacakan berikut disebut pemisahan dan penyelesaian masalah (divide dan conquer). Mulailah pada keluaran dari rangkaian yang dicurigai, bila anda mendapatkan tegangan yang sesuai lanjutkan langkah awal ini dengan memba gi rangkaian menjadi bagian-bagian logis. Masalahnya mung kin terletak pada bagian atau tahap sebelumnya. Misalnya, apa bila sekring primer catudaya putus, anda perlu melepas bagi an regulator dari bagian penyearah dan kemudian lihat, apakah rangkaian tersebut masih membuat sekring rusak lagi. Hal ini akan menunjukkan kepada anda, apakah kerusakan terjadi pada bagian regulator atau bukan.


Gambar 6.20: Beberapa Langkah Pemeriksaan Visual dan Pengukuran Tegangan
Pengukuran dengan osiloskop juga bisa digunakan, terutama bila catu daya berosilasi. Keru sakan jenis ini biasanya disebabkan oleh kapasitor bypass yang terletak dekat IC regulator atau penguat penyimpangan (tergantung pada tipe rangkaian regulator yang digunakan).
c. Pengukuran Arus
Pengukuran arus dapat menunjukkan apakah rangkaian pembatas arus bekerja atau tidak, dan apakah setiap transistor pelewat mencatu beban dengan sesuai atau hanya sebuah transistor saja yang bekerja. Bila amperemeter tidak tersedia, anda dapat menempatkan sebuah resistor kurang lebih 0,1? yang berdaya tinggi pada bagian yang dilewati arus. Ukur tegangan yang melalui resistor kemudian hitung arus yang melaluinya dengan menggunakan hukum Ohm (I=E/R), dengan I adalah arus dalam ampere. E adalah tegangan dalam volt dan R adalah resistansi dalam ohm.
d. Kerusakan yang biasanya terjadi
- Komponen: Dioda penyearah, IC regulator, transistor pelewat seri atau kapasitor filter hubungsingkat atau terbuka. Gantilah komponen tersebut sesuai dengan yang diperlukan, tetapi yakinkan untuk menemukan sumber kerusakan sebelum memperbaiki catu daya.
- Regulasi tegangan tidak sesuai : Periksalah regulator, komponen referensi tegangan (dioda zener) atau penguat penyimpangan (IC Op-Amp) pada gambar 6.14. Bila setelah beban dilepas tegangan keluarannya nol, periksa bagian rangkaian yang tidak benar kerjanya.
- Catu daya berosilasi: Periksalah kapasitor bypass IC bila digunakan regulator tegangan IC (C=500pF pada gambar 6.18). Bila menggunakan transistor atau op-amp, periksalah bypass yang lain atau kapasitor penstabil dari detector penyimpangan atau penguat penyimpangan.
- Transistor pelewat seri terlalu panas: Periksa transistor pelewat seri. Bila digunakan transistor pelewat lebih dari satu dan dipasang parallel (Lihat gambar 6.21), yakinkan bahwa transistor tersebut sesuai (Salah satu transistor kemungkinan dapat mencatu arus lebih besar daripada transistor lainnya dan menimbulkan panas berlebih). Juga panas yang ditimbulkan selama peralatan bekerja dapat disebabkan oleh perubahan harga resistor.
- Pelewat seri, rangkaian pembatas arus akan tidak bekerja, sehingga transistor pelewat akan menjadi panas secara berlebihan. Hal ini memungkinkan transistor tesebut menjadi rusak. Bila transistor pelewat digerakkan oleh sebuah IC regulator, maka panas berlebih pada transistor pelewat dapat terjadi bila pengideraan panas (thermal sensing) IC rusak.
e. Penggantian Komponen
Bila anda mengganti komponen, yakinkan bahwa:
- Komponen penggantinya mempunyai nilai yang sesuai. Misalnya, bila mengganti kapasitor, yakinkan tidak hanya nilai dalam microfarad yang benar tetapi juga mempunyai tegangan yang sesuai.
- Spesifikasi komponen pengganti tentang arus, daya dan toleransi. Misalnya, setiap transistor akan mempunyai spesifikasi arus dan tegangan yang berbeda. Mereka mungkin juga mempunyai spesifikasi daya yang biasanya lebih kecil daripada spesifikasi tegangan maksimum dan arus.
- Jangan pernah mengganti komponen pelindung seperti sekring, dengan komponen lain yang tidak sesuai amperenya. Pengunaan sekring dengan rating arus yang terlalu tinggi akan membahayakan peralatan, dan merupakan peluang yang sangat besar untuk terjadinya kerusakan.
- Bila anda mengganti rangkaian pada PCB, yakinkan penggunaan solder yang cukup panas untuk melelehkan timah solder, tetapi ingat jangan terlalu panas karena ini akan membahayakan PCB. Lapisan tembaga pada PCB yang berlapis banyak (multilayer) mungkin memerlukan panas lebih besar, karena jalur konduktor dan ground berada di dalam lapisan tengah PCB. Dalam kasus ini yakinkan bahwa semua lapisan telah lepas dari solderannya, kalau tidak mungkin hal ini akan merusak lapisan tembaga yang ada di tengah-tengah PCB, bila anda secara paksa melepas komponennya. Untuk melindungi bagian dalam potonglah bagian yang rusak dan solderkan bagian yang baru pada ujung kaki yang menonjol pada PCB.
Contoh pertama tentang kerusakan diberikan rangkaian regulator seri linear seperti pada gambar 6.21. Cara kerja rangkaian ini adalah sebagai berikut :Tr2 dan Tr3 sebagai elemen kontrol seri dalam hubungan darlington. Arus beban penuh 1 Ampere mengalir melalui Tr3 saat arus pada basis Tr3 sekitar 40 mA. Arus ini didapat dari Tr2 yang mana Tr2 sendiri membutuhkan arus basis antara 1 sampai 2 mA. Tr1 berfungsi sebagai error amplfier, dimana masukan invertingnya adalah basis Tr1 dan masukan non invertingnya adalah emiternya yang dijaga konstan oleh zener 5,6 Volt. Selama kondisi normal tegangan basis Tr1 kira-kira 0,6 Volt lebih tinggi dari emiternya (6,2 Volt), oleh karena itu tegangan di R4 juga 6,2 Volt. Jika R3 diatur sampai dengan 1 K???? maka total tegangan jatuh sepanjang R3 dan R4 adalah 10 Volt.

Gambar 6.21: Rangkaian Regulator Seri Linear Dengan Menggunakan Transistor sistem darlington.
Jika tegangan keluaran turun karena perubahan beban yang naik, maka akan terjadi juga penurunan tegangan pada basis dari Tr1, sedangkan tegangan diemiternya dijaga konstan oleh zener 5,6 Volt, maka harga tegangan dari basis emitter Tr1 akan berkurang, sehingga Tr1 akan tidak semakin on yang membuat arus dari R2 akan makin mengonkan Tr2 dan juga Tr3 yang cenderung untuk mengoreksi tegangan keluaran untuk kembali ke 10 Volt lagi. Demikian pula jika tegangan keluaran naik karena beban turun maka akan terjadi proses sebaliknya secara otomatis.
Tegangan-tegangan kondisi normal yang terukur saat rangkaian dibebani penuh 1 Ampere adalah sebagai berikut:

Jika salah satu komponennya rusak, maka pengukuran akan ada perbedaan, misalnya seperti:

Disini terlihat bahwa pada TP 1 = 0 Volt, maka kerusakannya adalah dioda zener hubung singkat, yang akan membuat tegangan pada TP 2 kecil sehingga Tr2 dan Tr3 makin off dan berakibat tegangan keluaran sangat kecil.
Kerusakan lain diberikan hasil pengukuran sebagai berikut:

Disini terlihat pada TP 3 = 0 Volt, maka kerusakannya adalah R3 terbuka (ingat bukan R4 hubung singkat, karena resistansi kerusakannya tak pernah hubung singkat. Lihat Bab 4.3), yang mengakibatkan Tr1 off sehingga Tr2 dan Tr3 amat on sehingga tegangan keluaran besar dan tak bisa dikontrol.
Hasil pengukuran lainnya adalah:

Karena TP 2, 3, dan 4 = 0 Volt, berarti Tr2 dan Tr3 tak bekerja, ini karena dua kemungkinan, yaitu R2 terbuka atau C1 hubung singkat.
Dan hasil pengukuran yang lain lagi diberikan:

Dari TP 2 sangat besar dan hasil keluarannya = 0 Volt, ini dapat dipastikan bahwa Tr2 rusak hubungan basis emiternya terbuka. Contoh kedua adalah rangkaian inverter sederhana seperti gambar 6.22 berikut ini.

Gambar 6.22: Rangkaian Inverter Untuk Daya Rendah
Cara kerja rangkaian ini adalah sebagai berikut:
Masukkan 6 Vdc di switch dengan frekuensi ditentukan oleh Q1 dan Q2 (astable multivibrator ), dihubungkan pada CT dari trafo. Trafo CT primer diberi 12-0-12 dan sekunder 120 Volt. Sinyal ini digunakan untuk mengerjakan Q3 dan Q4 agar konduk. Ketika Q1 off, tegangan kolektornya naik dan menyebabkan arus lewat ke basis Q4 (konduk) sehingga arus mengalir melewati setengah gelombang pada lilitan primer.
Pada setengah gelombang berikutnya dari astable, Q1 konduk maka Q4 off. Pada saat yang sama, Q2 off sehingga Q3 konduk. Arus sekarang mengalir di dalam arah berlawanan melewati setengah gelombang pada lilitan primer, sehingga terbentuk a.c. & ini diinduksikan ke sekundernya output ±100 Vrms ketika arus beban 30 mA. Frekuensinya ±800 Hz. Sedang guna dari R5 dan C3 sebagai filter untuk mengurangi amplitudo spike ketika transistor berubah dari konduk ke off atau sebaliknya.
TP1 &TP4 maksimumnya 0,8 V dalam bentuk gelombang kotak. Jadi pada kondisi bekerja dari TP 1 sampai 6 berbentuk sinyal gelombang kotak. Untuk kerusakan-kerusakan di bawah ini menunjukkan bahwa tegangan keluaran bagian sekundernya tak ada, dan tegangan yang terukur pada TP-TPnya adalah tegangan DC.
- Pada pengukuran A karena tegangan TP1=TP4, TP2=TP3 dan TP5=TP6, berarti tak ada kerusakan yang hubung singkat. Karena astable tak bekerja maka kerusakannya adalah C1atau C2 terbuka.
- Pada pengukuran B, terlihat TP1 = 0, itu berarti ada yang hubung singkat dengan ground berhubungan dengan TP1 tersebut, yaitu Q1 kolektor dan emiternya hubung singkat atau Q4 basis dan emiternya hubung singkat . Kerusakan tidak mungkin R1 terbuka karena jika R1 terbuka pasti ada tegangan yang kecil pada TP1 nya, seperti juga pada pengukuran C (pada TP4 nya).
- Pada pengukuran C, terlihat TP4 lebih kecil dari TP1, dan ini disebabkan oleh R4 yang terbuka.
- Pada pengukuran D, terlihat TP2 = 0, ini berarti ada yang hubung singkat pada saerah TP2 tersebut, yaitu Q1 basis dan emiternya hubung singkat. Tapi dapat juga R2 terbuka. Dan pada kondisi kerusakan ini Q4 menjadi panas karena Q4 menjadi konduk terus.

Jadi dari dua contoh rangkaian di atas yang terpenting adalah mengetahui lebih dahulu kerja dari rangkaian tersebut. Sehingga saat ada kerusakan dan melakukan pengukuran, kita dapat segera mengetahui daerah mana yang tak beres (melokalisir) dan kemudian menentukan komponen yang rusak pada daerah tersebut. Dibutuhkan sedikit analisa dan logika serta jam terbang untuk menjadi ahli dalamhal ini.
Di bawah ini diberikan tabel 6.1 yang menunjukkan beberapa kerusakan dan gejala yang terjadi pada sebuah catu daya teregulasi.

Tabel 6.1: Kerusakan umum pada catu daya teregulasi

Gambar 6.29: Salah Satu Model Catu Daya Komputer